Dunia Dan Keajaibannya

Senin, 17 Mei 2010

.:. Bukan Cinta Biasa.:.

...Titik kosong...

Denis harus menerima kenyataan kalau dirinya positif mengidap Alzheimer, walau tak selamanya mematikan namun penyakit ini perlahan membuat fungsi otaknya melemah, yang menyebabkan dirinya pun, harus terdepak dari pergaulannya, sebagai vokalis band, Denis kerap kali melakukan kesalahan, mulai dari seringnya ia datang terlambat saat latihan hingga hampir sebagian besar lirik lagu yang ia hafal dengan sangat apik mulai terhapus dari ingatannya.

Denis: Dasar, mereka memang hanya mencari alasan, tadi aku menyanyi dengan sangat baik, tapi mengapa mereka bilang aku hampir tak mengeluarkan sepatah katapun, pasti ini ulah Andis, dari dulu dia memang selalu berusaha mendepak aku.

Bunda: kamu ini kenapa sih, sudah sana makan dulu, baru pulang kok sudah mengomel.

Denis: maaf anda siapa, bundaku mana?

Bunda: kamu ini, sudah ...!bunda lagi malas bercanda, ayo cepat.

Lama denis selalu mengulangi hal itu, bundanya menganggap denis hanya bercanda , seperti Kebiasaan denis yang selalu bergurau, membuatnya yakin kalau saat ini keadaan denis baik-baik saja, hingga pada suatu

Bunda: hasil laboratorium...,

( gumannya, dan dengan tangan sedikit bergetar membuka amplop dihadapannya. )

Bunda: Denis.....

(suara wanita separuh baya itu terdengar lirih, sejenak ia merasa tak percaya, ia merasa dirinya sedang menyelesaikan mimpi dan menunggu untuk terbangun dari tidurnya, hingga sosok yang ia tangisipun muncul dihadapannya)

Denis : maaf sebenarnya anda ini siapa, bunda pasti akan sangat marah kalau menemukan orang lain didalam rumah.

Bunda : denis, lihat wajah bunda, tatap mata bunda, apa kamu tidak mengenal bunda sedikitpun?

( suara wanita itu lirih, hatinya terasa hancur, hingga air matanyapun tak dapat terbendung tak kala ia menatap denis tengah menggelengkan kepalanya.

Denis : maaf anda sebenarnya siapa?

Bunda denis semakin tak mengerti, sejenak ia menyalahkan sang pencipta, hatinya kalut, ia tak mampu lagi membayangkan kenyataan yang sebentar lagi akan merebut kebahagiaannya, saat ia harus kembali lagi mengiklaskan orang yang ia sayangi, untuk pergi meninggalkan kehidupannya sekali lagi.

Bunda : ini catatan dari bunda, kalau kamu mau pulang dan lupa dengan jalan, kamu naik taksi saja dan tunjukkan kertas ini pada supir taksi itu.

Denis : ah bunda memang denis pikun apa, pake dicatatin alamat segala, sudah ah, telat nih, hari ini aku ada latihan band.

Dengan langkah yang penuh keceriaan denis menghampiri ruangan dihadapannya, dan sekali sentak denis mendengar suara riuh dari balik daun pintu yang baru saja ia buka lebar.

Denis: kalian, Kengapa memulai latihan tanpaku! Siapa orang itu? ( tegur denis penuh amarah)

Andis: denis, bukannya kemarin kamu minta cuti karena kondisi kamu yang sedang buruk.

Denis : cuti, ngarang kamu, bisa-bisanya kamu saja membuat alasan, aku tidak pernah cuti.

Anggota band yang lain: den’ jangan ngawur kamu, kita semua mendengarnya kok.

Denis: alah, plak...(suara bogem mentahpun mendarat diwajah andis. Andis yang tak menerima perlakuan denis membalas dengan pukulan yang sama, membuat kepala denis terbentur ke sound system hingga membuatnya tersungkur dan tak bergerak.)

Rumah denis tampak hening sore itu, hanya suara andis yang tak henti-hentinya meminta maaf yang terdengar, ia merasa bersalah dengan keadaan denis saat ini.

Andis : maafkan saya tante, andis benar-benar tidak sengaja, denis terlebih dahulu memukul saya hingga emosi sayapun terpancing, sekali lagi tante maafkan saya.

Bunda: sudahlah andis, kalian berlima sudah saling kenal sudah lama, tante tahu kalian tidak mungkin saling menyakiti.

Suasana kembali hening, Tak lama kemudian dokterpun keluar dari kamar denis.

Dokter: kalau dibiarkan seperti ini, kondisi denis bisa semakin memburuk, bukan hanya bagi dirinya, ia juga bisa membahayakan orang lain.

Bunda: maksud dokter?

Dokter: sebaiknya denis menjalani rehab rutin, dan lebih baik lagi kalau denis dirawat dirumah sakit.

Bunda: tapi dok,

Dokter: tidak ada jalan lain, dari hasil laboratoriumnya, denis sudah memasuki tahap akhir, bahkan perlahan otaknya bisa lumpuh, dan fatalnya bisa menyebabkan kebutaan, dan ibu pasti tahu kemungkinan terburuknya bukan?.

Bunda: maaf dok, saya hanya tidak ingin kehilangan orang yang saya cintai lagi, apalagi ia harus pergi saat saya tidak berada didekatnya.

Lama ruangan itu tampak sepi, suara yang terdengar terakhir kali hanya suara dokter yang berpamitan. Denispun masih terpaku dalam tidurnya, mungkin itu reaksi dari obat penenang yang disuntikan sebelum dokter pergi tadi.

Andis: sebenarnya apa yang terjadi tante, ada apa dengan Denis?

Bunda: denis baik-baik saja, sudahlah kalian pulang saja, pasti semuanya juga sudah lelah.

Andis: saya tidak akan pulang sebelum tante cerita semuanya

Bunda: tidak ada apa-apa andis, denis baik-baik saja.

Andis: tante, denis terpaku, tidak biasanya seperti itu, yah saat ini mungkin pengaruh obat, tapi tante tolong jelaskan ada apa dengan denis?

Bunda: tante bilang tidak ada apa-apa.( sejenak nada suara bunda denis meninggi membuat andis dan yang lainnya terkejut.

Bunda: maafkan tante, tante tidak bermaksud..?(air matanya pecah seketika, andis dan yang lainnya saling menatap tak mengerti)

Andis: tante, bukannya tante menganggap andis seperti anak sendiri, tentunya tante belum lupa, andis dan denis sudah seperti kakak adik bukan.

(ibu denis memeluk tubuh andis begitu erat)

Bunda: denis menderita penyakit alzheimer.

Sejenak andis melepas pelukan bunda denis, dengan wajah seakan tak percaya Andis hanya tertawa tertahan.

Andis: alzheimer, sama seperti om danu.

(Seketika suaranya terdengar bergetar, ia tak membayangkan sahabatnya sedang terjebak dalam masalah, sejenak andis mengingat segala perubahan sikap denis,ia pun menyadari kalau semua itu bukan kesengajaan yang denis buat)

Andis: kenapa tante tidak pernah cerita sama andis, sejak kapan denis mengalami ini tante?

Bunda: tante baru tahu dua bulan yang lalu, awalnya tante mengira semua tingkah aneh denis hanya lelucon, tapi waktu tante menemukan hasil laboratorium itu, hati tante terasa luka, ternyata tante sekian lama mengurung denis dalam masalah seorang diri.

Andis: apa mungkin denis akan seperti om danu?, tapi tante jangan khawatir denis kuat, denis tidak lemah kalau perlu andis akan mendonorkan otak andis, iya kan tante.

(Suara andis bergetar, air mata membasahi pipinya.)

Tiga bulan sudah denis mengalami rehabilitasi, perkembangannya belum terlihat jelas, andispun memutuskan untuk fakum dari band mereka untuk sementara waktu, sepanjang hari andis menemani denis, tingkah aneh denis tak membuat andis merasa lelah walaupun sesekali denis mengenali dirinya lalu beberapa detik kemudian tak lagi mengetahui siapa laki-laki yang menjaganya, terkadang memanggil andis, lalu memanggil lagi dengan sebutan dokter.

Denis: dok, antar saya masuk, sudah malam sy harus istirahat.

Andis: ada-ada saja kamu denis, matahari masih terang, coba lihat, silaukan.

Denis: dokter ayo cepat, nanti perempuan galak itu datang lagi, dia bisa marah lo.

(Andis menegur sambil memainkan tangannya didepan denis. Seketika tangan dan kaki andis terasa lemas.)

Andis: denis,

Sepanjang malam andis menatap denis yang masih terpaku, bunda denispun hanya mampu terdiam, seolah tak mampu berkata apapun, hanya suara dari alat pendeteksi denyut jantung yang terdengar malam itu.

Bunda: mengapa harus secepat ini, beri waktu setahun atau paling tidak sebulan lagi.

Andis: tante ngomong apa, denis baik-baik saja.

Bunda: tante merasa aneh, tante merasakan hal yang sama seperti waktu om dulu, tante merasa denis....

(Tiba-tiba tampak dilayar garis lurus yang menandakan jantung denis tak lagi berfungsi.)

Andis: dokter...cepat dokter...tolong denis...(teriak andis menghampiri ruangan dokter malam itu) (kamar kecil besar itu tampak kecil hari ini, tak cukup menampung beberapa dokter dan suster).

( untuk pertama kalinya denis bersujud dihadapan kiblat, air matanya terjatuh, membuat bunda denis memeluk tubuhnya, erat sangat erat)

Andis: lakukan apa saja, kalau perlu ambil sebagian waktu hidupku biar aku berbagi dengan denis

Bunda: kalau terjadi sesuatu pada denis kita semua harus ikhlas, tante tahu tuhan punya rencana lain yang lebih indah untuk denis.

Andis: kalau saja andis tahu, hari itu terakhir kali andis mendengar denis menyanyi, andis tidak akan marah setiap kali ia salah menyanyikan lirik, andis tidak akan mengabukan permintaan denis untuk istirahat, andis tidak akan membiarkan denis seorang diri.

(Jalan yang terasa panjang malam itu, beberapa pintu kamar sudah terlewati tapi tetap saja ruangan yang dituju terasa masih jauh, hingga saat mata memandang sejenak ruangan itu tampak lengang.

Dokter: maaf, kami sudah berusaha.

Bunda: saya mengerti dokter.

(Ada sesuatu yang membuat Andis tak mengerti saat mendengar perkataan Bunda denis, seolah ia tahu segalanya,seolah ajakan bunda denis tadi pertanda bahwa ia sudah mengetahui apa yang akan terjadi malam ini.)

..................................

Hari ini terasa panjang, aku baru saja menatap tanah basah dihadapabku, dan saat ini Aku masih terdiam menatap taman kosong dihadapanku, mengingat kembali saat aku masih sering mengunjungi tempat ini, sejenak aku merasa aku bukan sahabat yang baik untuknya, aku merasa andis berubah karena kemampuannya yang selalu dipuja banyak orang. Tanganku menggenggam diary miliknya.

“ maaf sahabatku, akhir-akhir ini aku sering sombong kepada kalian, aku hanya takut kehilangan kalian semua, terutama dirimu Andis “

(sejenak air mata andis jatuh, tangannya menggenggam erat diary itu)

“ ayo semangat sahabatku, jaga bunda untukku, bukannya kamu lama merindukan seorang bunda, aku memberikannya padamu, saat ini kamarku tlah menjadi milikmu, pulanglah kerumahku, tinggalkan kamar kos yang sumpek itu” sejenak aku tersentak dari lamunanku.

Andis: denis

(suara andis lirih menyebut nama almarhum sahabatnya itu)

NB: Kehilangan hanyalah suatu bayangan yang akan menjadi kenyataan, harapan adalah jembatan penghubungnya, sedangkan kekecewaan adalah pencapaian dari segalanya dan waktu penentu hasil akhir semuanya, tidak ada yang abadi bahkan kita tak pernah tahu kapan semua itu sirna, hanya kesempatan untuk memperbaiki diri kita, apapun dan dimanapun, hingga waktu benar-benar menghentikan hidup ini.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda